TORANGPEBERITA.COM- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengungkapkan berdasarkan data yang ada di Kementerian LHK jumlah limbah medis Covid-19 sampai dengan tanggal 27 Juli mencapai 18.460 ton, yang bersumber dari fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), rumah sakit darurat, pusat karantina/isolasi, rumah tangga (isolasi mandiri), serta tempat uji deteksi Covid-19 dan vaksinasi Covid-19.
“Limbah medis itu seperti infus bekas, masker, vial vaksin, itu botolnya vaksin yang kecil itu, jarum suntik, kemudian face shield, perban, hazmat, APD, pakaian medis, sarung tangan, alat PCR/antigen, dan alcoholswab. Itulah yang disebut dengan limbah medis beracun, berbahaya,” ujarnya.
Data mengenai jumlah limbah B3 medis Covid-19 ini dihimpun berdasarkan laporan dari provinsi. Namun dirinya memperkiraan data yang diterima tersebut belum lengkap, untuk itu Kementerian LHK akan terus melengkapinya.
“Kalau perkiraannya asosiasi rumah sakit itu limbah medisnya itu besar sekali, bisa mencapai 383 ton per hari,” jelasnya.
Lebih jauh Siti memaparkan, kapasitas pengolah limbah B3 medis saat ini mencapai 493 ton per hari. Namun diakuinya, meskipun kapasitas pengolah limbah B3 lebih besar dibandingkan limbah yang dikelola namun penyebarannya tidak merata dan terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Terkait pengelolaan limbah medis ini, Menteri LHK menambahkan, pihaknya telah memberikan relaksasi kepada fasyankes untuk dapat mengoperasikan insinerator yang belum berizin.
“Sejak tahun lalu Kementerian LHK memberikan relaksasi. Jadi selain izin dipercepat juga relaksasinya bawa insinerator yang belum punya izin itu diperbolehkan beroperasi dengan syarat bahwa suhunya 800 derajat celcius dan terus diawasi oleh Kementerian LHK,” terangnya.
Lebih jauh Menteri LHK menyampaikan, untuk meningkatkan dan mempercepat ketersediaan fasilitas pengelolaan limbah medis di seluruh daerah di Tanah Air, Presiden Jokowi juga meminta agar diberikan dukungan fasilitas dan anggaran baik yang berasal dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19, dana transfer ke daerah, maupun sumber pendanaan lainnya.
Jadi akan dipercepat sarana untuk penyiapan ini karena pada dasarnya dukungan dari pusat sudah ada dan potensinya juga ada tapi di sisi lain juga Bapak Presiden meminta atau menginstruksikan kepada daerah juga untuk memperhatikan hal ini, dan nanti akan dikoordinasikan.
Lebih jauh Menteri LHK mengungkapkan, limbah medis B3 selama pandemi Covid-19 mengalami peningkatan cukup signifikan.
“Pemerintah daerah jangan lengah soal limbah medis ini. Ikuti perkembangan di lapangannya, sarana-sarananya,” tegas Menteri LHK.
Ditambahkan Siti, dari dana Rp1,3 triliun yang diproyeksikan, sekitar Rp600 miliar merupakan dana yang dialokasikan untuk transfer kepada daerah.
Menteri LHK juga memaparkan, pihaknya telah menyampaikan surat kepada pemda pada bulan Maret lalu yang menegaskan bahwa limbah medis Covid-19 tidak boleh dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA).
“Itu kalau kalau dibuang ke TPA berarti bisa kena sanksi. Oleh karena itu, kami minta pemerintah daerah untuk berhati-hati dan menaati soal ini,” tegasnya.
Bagaimana limbah medis di Bolaang Mongondow Utara ?
Torangpeberita.com mencoba menghubungi pihak yang membidangi persoalan limbah medis di dinas kesehatan (Dinkes) Bolaang Mongondow Utara (Bolmut). Bagaimana penanganan limbah medis di Bolmut terutama di puskesmas.
Melalui kepala bidang Kesehatan Masyarakat (Kesmas) dinkes Bolmut Zulkifli Masuara dirinya mengatakan saat ini terkait data pihaknya belum memiliki. Soal data di Puskesmas masing-masing.
Saat ditanya limbah medis (puskesmas) di Bolmut berakhir dimana. Ia menuturkan pengolahan di puskesmas masing-masing. Untuk kerjasama dengan pihak ketiga belum karena masih terbentur anggaran.
Disisi lain pandemi Covid-19 bisa saja memunculkan persoalan baru. Terkait masalah lingkungan dan kesehatan. Yang menjadi pertanyaan kemudian apakah sampah masker jadi ancaman terbaru bagi lingkungan dan kesehatan.
Masyarakat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) dalam penggunaan masker meningkat drastis termasuk yang sekali pakai.
Leader World Cleanup Day (WCD) Bolmut Sam Tampusu mengatakan peningkatan penggunaan masker sekali pakai ini menjadi risiko untuk pencemaran lingkungan. “Dan bagi orang yang pekerjaannya berkontak langsung dengan sampah,” ujarnya.
Disatu sisi sampah masker mulai menumpuk dan bisa menimbulkan resiko penyakit baru bagi manusia. Dan sisi lain masler bekas yang dibuang sembarangan berdampak menimbulkan pencemaran lingkungan.
Kepala Bidang (Kabid) pelayanan kesehatan Dinkes Bolmut Sofian Mokoginta menuturkan terkait dengan masker yang sekali pakai dan dibuang sembarangan pihaknya akan menegaskan teman-teman petugas promosi kesehatan yang di Puskesmas.
“Agar masker-masker yang sudah dianggap untuk dimusnahkan jangan dibuang sembarangan, karena bisa saja itu mengandung virus yang dari luar, atau virus yang ketika kita menggunakan itu terhambat di masker. Yang akhirnya bisa saja berdampak kesehatan bagi orang lain,” ujarnya.