TORANGPEBERITA.COM- Pandemi Covid-19 membuat salah satu penyakit menular tuberkulosis atau TBC terdampak. Hal ini disampaikan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi.
Ia mengungkapkan banyak hal yang pada akhirnya mengganggu program penanganan TBC di Indonesia.
Sebut saja banyak pasien dan keluarga yang mengalami kendala dalam melakukan pengobatan dan mengambil obat ke layanan kesehatan karena adanya pembatasan di berbagai sektor, misalnya transportasi.
“Kegawatdaruratan pandemi Covid-19 juga menyebabkan rasa takut masyarakat memeriksakan gejalanya ke fasilitas layanan kesehatan,” jelas dia dalam jumpa pers dalam rangka Hari Tuberkulosis Sedunia bersama Kementrian Kesehatan, Selasa 23 Maret 2021.
Serta dukungan sosial atau pendampingan pasien dalam menyelesaikan pengobatan secara langsung menjadi terkendala akibat penerapan kesehatan yang ketat guna memutus rantai penularan Covid-19.
Sebagai upaya untuk tetap mempertahankan keberlangsungan pelayanan TBC pada masa pandemi Covid-19, kata dia, ada beberapa perubahan terhadap layanan TBC yang coba dikembangkan di masa pandemi.
Salah satunya adalah melakukan pemantauan elektronik. Sehingga, pemantauan minum obat tidak harus dilakukan secara langsung, tetapi bisa dilakukan melalui sarana elektronik, seperti memanfaatkan aplikasi WhatsApp.
“Di mana setiap hari, baik itu petugas puskesmas ataupun kader yang sudah kita libatkan, yaitu kader kesehatan, komunitas hingga organisasi masyarakat, mereka membantu pemantauan pengobatan setiap hari dengan melakukan kontak pada pasien atau keluarga pasien,” jelas Siti Nadia.
Selain itu, juga ada relaksasi interval pengambilan obat. Kalau kita tahu bahwa pada pasien TBC sensitif obat, lanjut dia, fase intensif obat bisa diberikan dalam kurun waktu 14-28 hari. Sementara di pengobatan lanjutan, intervalnya adalah 28-56 hari. Di mana, sebelumnya hanya 2 minggu.
Sumber : Zonautara.com
Pandemi Covid-19 membuat penanganan TBC di Indonesia terganggu
